Icon

Cagar Budaya

Rumah Sakit Dustira

admin 22 July 2024

Rumah Sakit Dustira

Sebagaimana telah dikemukakan, pada tahun 1887 telah didirikan Rumah sakit Militer (Militaire Hospital) yang menempati areal tanah seluas 14 hektar. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini dipergunakan sebagai tempat perawatan tawanan tentara Belanda dan perawatan tentara Jepang. Pada tahun 1945-1947 rumah sakit ini dikuasai NICA kembali.

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh pemerintah Kerajaan Belanda (1949), maka Militaire Hospital di Cimahi pada tanggal 30 Mei 1950 diserahkan oleh militer Belanda kepada TNI yang diwakili oleh Letkol. Dr. Rd. Kornel Singawinata (pangkat terakhir kolonel). Sejak saat itu, Militaire Hospital diubah namanya menjadi Rumah Sakit Territorium III dan Letkol. Dr. Rd. Kornel Singawinata diangkat sebagai kepala rumah sakit itu. Sekitar setahun dari masa serah terimanya, pengelolaan rumah sakit itu masih dalam transisi karena perawat-perawat Belanda masih bekerja di rumah sakit itu. Pada tanggal 19 Mei 1956, dalam rangka Hari Ulang Tahun Territorium III/Siliwangi yang ke-10, Rumah Sakit Territorium III diberi nama Rumah Sakit Dustira oleh Panglima Territorium III, Kolonel Kawilarang, sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa Mayor dr. Dustira Prawiraamidjaya. Siapakah dokter yang berjasa ini?

Mayor dr. Dustira dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 25 Juli 1919, sebagai anak Rd. S. Prawiraamidjaya. Pendidikan yang ditempuhnya dimulai di ELS Bandung, kemudian dilanjutkan ke H.B.S. (5 tahun) di Bandung. Selanjutnya ia menempuh pendidikan di Sekolah Kedokteran Tinggi Jakarta (Geneeskundige Hoogeschool, kemudian Ika Daigaku).

Pada tahun 1945, semua mahasiswa tingkat akhir Ika Daigaku, termasuk di antaranya Dustira Prawiraamidjaya, menyatakan ingin turut berjuang di Front Surabaya yang sedang memanas, yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa 10 November 1945. Namun, keinginan tersebut ditolak dan diperintahkan untuk menunggu perkembangan selanjutnya. Ternyata, para mahasiswa tingkat akhir itu diluluskan dan diberikan ijazah dokter kemudian dilatih kemiliteran di Tasikmalaya sekitar 2 minggu. Selesai pendidikan kemiliteran, dr. Dustira ditugaskan ke Resimen 9 Divisi Siliwangi yang menguasai Front Padalarang, Cililin, dan Batujajar. Pada waktu itu, semua serba kekurangan, baik personil maupun obat-obatan. Melihat jatuhnya korban, baik rakyat maupun pejuang-pejuang kemerdekaan, dr. Dustira merasa sedih sekali karena tidak bisa memberikan pertolongan dengan sebaik-baiknya sehingga ia jatuh sakit. Penderitaannya semakin memuncak ketika terjadi kecelakaan kereta api di Padalarang dengan korban ratusan penumpang. Melihat begitu banyak korban bergelimpangan, tanpa dapat memberikan pertolongan yang memuaskan hatinya sebab kekurangan obat, mengakibatkan runtuh mentalnya sehingga dr. Dustira jatuh sakit kemudian dirawat di Rumah Sakit Immanuel di Situ Saeur Bandung. Pada tanggal 17 Maret 1946, ia meninggal dunia, lalu dikebumikan di Pemakaman Umum Astana Anyar Bandung. Pada tanggal 8 Maret 1973, kerangka dr. Dustira dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung.

Dalam perkembangan selanjutnya, Rumah Sakit Dustira berusaha untuk mengembangkan pelayanan kesehatan tidak terbatas hanya kepada tentara, tetapi membuka pelayanan 23 umum bagi masyarakat. Untuk itu, Rumah Sakit Dustira melakukan pengembangan berupa perbaikan dan penambahan gedung, ruang periksa, klinik, dan ruang rawat inap. Pada tahun 2003, Rumah Sakit Dustira membuka klinik baru, yaitu Klinik Fisioterapi, yang menempati gedung baru. Untuk keperluan pelayanan umum Rumah Sakit Dustira juga merekrut dokter-dokter sipil untuk mendukung peran Rumah Sakit Dustira yang semakin kompleks. Selain itu, juga diadakan kerja sama dengan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) dalam penyediaan tempat praktek bagi calon-calon perawat. Adapun pejabat Kepala Rumah Sakit Dustira, yaitu:

1. Kolonel Cdm. Dr. Rd. Kornel Singawinata (1950-1953);

2. Letkol. Cdm. Dr. Supit (1953-1954);

3. Letkol. Cdm. Dr. Partomo (1954-1955);

4. Kolonel Cdm. Dr. Soeparto Yarman (1955-1956);

5. Kolonel Cdm. Dr. Sadikin Adikusumah (1956-1961);

6. Letkol. Cdm. Dr. Soedarso (1961-1963);

7. Kolonel Cdm. Dr. Agusni (1963-1968);

8. Brigjen. TNI Dr. Suhirman Harjosugito (1968-1971);

9. Brigjen. TNI Dr. Sumartono (1971-1972);

10. Letkol. Cdm. Dr. Kurnia Natadisastra (1972);

11. Letkol. Cdm. Dr. Sulaeman AH. (1974); 12. Letkol. Cdm. Dr. Hidayat HP. (1980);

13. Letkol. Cdm. Dr. Sumardi (1984-1987);

14. Kolonel Ckm. Dr. Hindarto Yoesman (1987-1991);

15. Kolonel Ckm. Dr. B. Kuntoko (1991-1992); 16. Letkol. Ckm. Jojo R. Noor (1992-1993);

17. Kolonel Ckm. Dr. M. Hadi Sapoetra (1993-1995);

18. Kolonel Ckm. Dr. B.P. Suryo Subianto (1995-1999);

19. Kolonel Ckm. Dr. Tommy Joesoef Nts. (1999-2002);

20. Kolonel Ckm. Dr. Dedi S. Djamhuri, Sp. B. (2002- sekarang).

Rumah Sakit

Buka: 00:00

Tutup: 00:00

Harga: Rp.0,00

Alamat: Jl. Dustira No.1, Baros, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat 40521

Bagikan:

Wisata Terbaru
Stasiun Cimahi
Stasiun Cimahi...

22 July 2024